Sunday, May 10, 2020

Hati yang Berpenyakit

Bismillah..dengan nama Allah Yg Maha Pemurah Lagi Maha Mengasihani.

Tanpa kita sedar, tubuh badan kita walaupun nampak sihat walafiat, tiada berpenyakit, cergas dan kuat, namun di dalam nya ada seketul hati yg mumkim penuh berpenyakit.
Mari kita sama-sama semak, dan jika ada tanda2 hati berpenyakit maka cepat2 lah kita rawat.
Yakinlah, ada cahaya dihujung jalan.

1) Riak
Penyakit riak ini kadang2 amat halus mainannya. Syaitan akan sentiasa menghasut dan melalaikan manusia hingga akhirnya manusia itu akan terjerumus ke dalam penyakit Riak.
Merasakan diri sudah melakukan kebaikkan dan mempamerkannya secara halus, walaupun tidak jelas namun Allah tahu apa yang tersimpan di dalam Hati kita. Dalam dunia Facebook ini, ruang untuk terjerumus ke lembah riak ini sangat Luas. Walaupun pada mula nya kita mumkim berniat sekadar utk berkongsi kebaikkan agar di ambil menjadi contoh dan ikutan, namun kekadang apabila mebaca puji pujian maka lama kelamaan ianya bole menjerumuskan kita ke dalam penyakit Riak.

Kadang kala kita mengherdik/ mencebik orang lain kerana tidak melakukan kebaikkan sebagaimana apa yang kita telah lakukan. Itu juga tanda hati kita berpenyakit Riak.

Sebagai manusia, kadang2 hadir rasa ingin menunjukkan kebaikkan..atau perasaan ujub , namun janganlah terbawa bawa dengan lintasan hati ini. Malah kita disarankan utk segera beristighfar dan mengucapkan "A'unzubbillahi minna Syaitonnirajimm".

Ingat, kita buat baik Kerana Allah. Bukan Utk dipuji Manusia!! Bukan utk di Nilai oleh Orang lain !
Buat Baik dan terus lupakan kebaikkan itu. Biar Allah yg membangkitnnya semula di Yaummi Mashar nanti.

2) Pentingkan Diri sendiri
Kadang2 kita merasa selesa dengan diri kita. Kita sentiasa bersiap sedia, kita sentiasa merancang hidup kita, pendek kata kita sentiasa selangkah dihadapan daripada masalah. Tiada masalah dengan sikap anda yang begitu, malah ianya baik. Yang menjadi masalah adalah, kadang kadang ia menjadikan kita "Self Centered". Kerana kita merasakan kita telah buat segala galanya untuk jaga kita, mengapa kita perlu jaga orang lain pula ? sedar tak sedar, itulah sebenarnya sikap mementingkan diri sendiri, kerana kita tidak menyediakan sedikit ruang pun dalam hati kita untuk membantu orang lain. Sedangkan membantu org dalam keperluan itu amatlah digalakkan dan amatlah besar pahalanya. Sabda Nabi s.a.w. yang bermaksud "Barangsiapa memudahkan orang yang dalam kesulitan, ALLAH memudahkannya di dunia dan akhirat." (Riwayat Ibnu Majah).
Justeru itu, sebagaimana kita sentiasa bersiap siaga untuk diri kita, maka kita juga sepatutnya berikhtiar untuk sentiasa bersedia untuk memberi bantuan kepada orang yg didalam kesulitan. Contohnya, kita menyediakan "jumper wire" di dalam bonet kereta kita, ataupun pump basikal, ataupun air dan tisu. Satu permandangan yg menarik ketika berada di Mekah adalah saya menyaksikan ramai yang bijak mengambil peluang untuk membantu orang lain. Semudah menyediakan tisu untuk orang yg bertawaf mengelap peluh, atau menyemburkan mist water bagi menyejukkan badan para jemaah yang bersesak sesak, atau menyediakan tamar bagi jemaah mengalas perut, itu semua adalah salah satu cara melatih diri agar tidak menjadi "self centered" dan sentiasa berfirikir untuk menyumbang kepada orang lain.

3) Bakhil
Penyakit hati yang seterusnya adalah bakhil. Kita terlalu berkira kira dengan harta kita.Malah suka mengumpul ngumpulnya sehingga langsung tidak mahu dibelanjakan terhadap org lain hatta keluarga sendiri. Tidak salah mengumpul duit untuk masa depan namun hak harta itu perlu dibahagikan kepada 3; 1/3 untuk kegunaan harian/keperluaan semasa, 1/3 untuk pelaburan/simpanan masa depan dan 1/3 lagi untuk dibelanjakan dijalan2 Allah termasuklah membantu keluarga sendiri, saudara mara, sahabat handai, org2 fakir dan miskin dan sebagainya. Kita seharusnya takut dengan ancaman Allah terhadap sikap bakhil dan mengumpul ngumpul harta ini. Firman Allah s.w.t., “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.” [ QS. Ali Imran : 180 ].

Oleh itu, marilah kita sama2 merenung diri kita dalam dalam, dan jika ada kekhilafan di mana mana maka cepat2 lah kita beristighfar dan latihlah jiwa kita untuk berubah menjadi yang lebih baik.

Wallahua'lam.

Sunday, April 2, 2017


Syariat Poligami,  Keadilan Hukum Allah Mengatasi Nafsu Manusia.

By Abdullah Taslim, Lc., MA. 1 February 2010


Agama Islam yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang maha tinggi serta hikmah dan ketentuan hukum-Nya yang maha agung, adalah agama yang sempurna aturan syariatnya dalam menjamin kemaslahatan bagi umat Islam serta membawa mereka meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala berfirman,

{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu” (QS. Al Maaidah:3).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah nikmat/anugerah Allah Ta’ala yang terbesar bagi umat Islam, karena Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama ini bagi mereka, sehingga mereka tidak butuh kepada agama selain Islam, juga tidak kepada nabi selain nabi mereka (nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itulah, Allah Ta’ala menjadikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi dan mengutus beliau kepada (seluruh umat) manusia dan jin, maka tidak sesuatu yang halal kecuali yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan (dengan wahyu dari Allah Ta’ala), tidak ada sesuatu yang haram kecuali yang beliau haramkan, dan tidak ada agama kecuali yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam syariatkan. Dan segala sesuatu yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan adalah benar dan jujur, tidak ada kedustaan dan kebohongan padanya, Allah Ta’ala berfirman,

{وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-An’aam:115). Yaitu: (kalimat) yang benar dalam semua beritanya serta adil dalam segala perintah dan larangannya.

Maka ketika Allah telah menyempurnakan agama Islam bagi umat ini, maka (ini berarti) nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada mereka telah sempurna. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),  “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu”. Artinya: Terimalah dengan ridha agama (Islam) ini bagi dirimu, karena inilah (satu-satunya) agama yang dicintai dan diridhai-Nya, dan dengannya dia mengutus (kepadamu) rasul-Nya yang paling mulia (nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan menurunkan kitab-Nya yang paling agung (al-Qur’an)”[1].

Sikap Seorang Mukmin terhadap Syariat Allah

Di antara ciri utama seorang muslim yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir adalah merasa ridha dan menerima dengan sepenuh hati semua ketentuan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,

{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا}

“Dan tidakkah patut bagi laki-laki dan perempuan yang (benar-benar) beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS al-Ahzaab:36).

Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا وبالإسلام ديناً وبمحمد رسولاً”

“Akan merasakan kelezatan iman (kesempurnaan iman), orang yang ridha pada Allah Ta’ala sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya“[2].

Tidak terkecuali dalam hal ini, hukum-hukum Islam yang dirasakan tidak sesuai dengan kemauan/keinginan sebagian orang, seperti poligami, yang dengan mengingkari atau membenci hukum Allah Ta’ala tersebut, bisa menyebabkan pelakunya murtad/keluar dari agama Islam[3], na’uudzu billahi min dzaalik. Allah Ta’ala berfirman menceritakan sifat orang-orang kafir,

{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ}

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka” (QS Muhammad:9).

Oleh karena itu, dalam memahami dan melaksanakan syariat Islam hendaknya kita selalu waspada dan behati-hati dari dua senjata utama godaan setan untuk memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah Ta’ala:

Yang pertama: sikap berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam memahami dan menjalankan ketentuan syariat-Nya, terlebih lagi dalam menjalankan ketentuan syariat yang dirasakan cocok dengan kepentingan hawa nafsu.

Yang kedua: sikap meremehkan dan kurang dalam memahami dan melaksanakan ketentuan syariat Allah Ta’ala, yang ini sering terjadi pada sebagian hukum syariat Islam yang dirasakan oleh sebagian orang tidak sesuai dengan kemauan hawa nafsunya[4].

Salah seorang ulama salaf ada yang berkata, “Setiap Allah Ta’ala memerintahkan suatu perintah (dalam agama-Nya) maka setan mempunyai dua macam godaan (untuk memalingkan manusia dari perintah tersebut): [1] (yaitu godaan) untuk (bersikap) kurang dan meremehkan (perintah tersebut), dan [2] (godaan) untuk (bersikap) berlebih-lebihan dan melampaui batas (dalam melaksanakannya), dan dia tidak peduli dengan godaan mana saja (dari keduanya) yang berhasil (diterapkannya kepada manusia)”[5].

Hukum Poligami dalam Islam

Hukum asal poligami dalam Islam berkisar antara ibaahah (mubah/boleh dilakukan dan boleh tidak) atau istihbaab (dianjurkan)[6].

Adapun makna perintah dalam firman Allah Ta’ala,

{وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ}

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat” (QS an-Nisaa’:3).

Perintah Allah dalam ayat ini tidak menunjukkan wajibnya poligami, karena perintah tersebut dipalingkan dengan kelanjutan ayat ini, yaitu firman-Nya,

{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}

“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).

Maka dengan kelanjutan ayat ini, jelaslah bahwa ayat di atas meskipun berbentuk perintah, akan tetapi maknanya adalah larangan, yaitu larangan menikahi lebih dari satu wanita jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil[7], atau maknanya, “Janganlah kamu menikahi kecuali wanita yang kamu senangi”.

Ini seperti makna yang ditunjukkan dalam firman-Nya,

{وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ}

“Dan katakanlah:”Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS al-Kahfi:29). Maka tentu saja makna ayat ini adalah larangan melakukan perbuatan kafir dan bukan perintah untuk melakukannya[8].

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdulah bin Baz ketika ditanya, “Apakah poligami dalam Islam hukumya mubah (boleh) atau dianjurkan?” Beliau menjawab rahimahullah, “Poligami (hukumnya) disunnahkan (dianjurkan) bagi yang mampu, karena firman Allah Ta’ala (beliau menyabutkan ayat tersebut di atas), dan karena perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi sembilan orang wanita, Allah memberi manfaat (besar) bagi umat ini dengan (keberadaan) para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, dan ini (menikahi sembilan orang wanita) termasuk kekhususan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun selain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh menikahi lebih dari empat orang wanita[9]. Karena dalam poligami banyak terdapat kemslahatan/kebaikan yang agung bagi kaum laki-laki maupun permpuan, bahkan bagi seluruh umat Islam. Sebab dengan poligami akan memudahkan bagi laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan (kesucian), memperbanyak (jumlah) keturunan, dan (memudahkan) bagi laki-laki untuk memimpin beberapa orang wanita dan membimbing mereka kepada kebaikan, serta menjaga mereka dari sebab-sebab keburukan dan penyimpangan. Adapun bagi yang tidak mampu melakukan itu dan khawatir berbuat tidak adil, maka cukuplah dia menikahi seorang wanita (saja), karena Allah Ta’ala berfirman,

{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}

“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).

Semoga Allah (senantiasa) memberi taufik-Nya kepada semua kaum muslimin untuk kebaikan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat[10].

Senada dengan ucapan di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “…Seorang laki-laki jika dia mampu dengan harta, badan (tenaga) dan hukumnya (bersikap adil), maka lebih utama (baginya) untuk menikahi (dua) sampai empat (orang wanita) jika dia mampu. Dia mampu dengan badannya, karena dia enerjik, (sehingga) dia mampu menunaikan hak yang khusus bagi istri-istrinya. Dia (juga) mampu dengan hartanya (sehingga) dia bisa memberi nafkah (yang layak) bagi istri-istrinya. Dan dia mampu dengan hukumnya untuk (bersikap) adil di antara mereka. (Kalau dia mampu seperti ini) maka hendaknya dia menikah (dengan lebih dari seorang wanita), semakin banyak wanita (yang dinikahinya) maka itu lebih utama. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Orang yang terbaik di umat ini adalah yang paling banyak istrinya[11]”…[12].

Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Adapun (hukum) asal (pernikahan) apakah poligami atau tidak, maka aku tidak mendapati ucapan para (ulama) ahli tafsir, yang telah aku baca kitab-kitab tafsir mereka yang membahas masalah ini. Ayat al-Qur’an yang mulia (surat an-Nisaa’:3) menunjukkan bahwa seorang  yang memiliki kesiapan (kesanggupan) untuk menunaikan hak-hak para istri secara sempurna maka dia boleh untuk berpoligami (dengan menikahi dua) sampai empat orang wanita. Dan bagi yang tidak memiliki kesiapan (kesanggupan) cukup dia menikahi seorang wanita, atau memiliki budak. Wallahu a’lam”[13].

Hikmah dan Manfaat Agung Poligami

Karena poligami disyariatkan oleh Allah Ta’ala yang mempunyai nama al-Hakim, artinya Zat yang memiliki ketentuan hukum yang maha adil dan hikmah[14] yang maha sempurna, maka hukum Allah Ta’ala yang mulia ini tentu memiliki banyak hikmah dan faidah yang agung, di antaranya:

Pertama: Terkadang poligami harus dilakukan dalam kondisi tertentu. Misalnya jika istri sudah lanjut usia atau sakit, sehingga kalau suami tidak poligami dikhawatirkan dia tidak bisa menjaga kehormatan dirinya. Atau jika suami dan istri sudah dianugerahi banyak keturunan, sehingga kalau dia harus menceraikan istrinya, dia merasa berat untuk berpisah dengan anak-anaknya, sementara dia sendiri takut terjerumus dalam perbuatan zina jika tidak berpoligami. Maka masalah ini tidak akan bisa terselesaikan kecuali dengan poligami, insya Allah.

Kedua: Pernikahan merupakan sebab terjalinnya hubungan (kekeluargaan) dan keterikatan di antara sesama manusia, setelah hubungan nasab. Allah Ta’ala berfirman,

{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا}

“Dan Dia-lah yang menciptakan manusia dari air (mani), lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan kekeluargaan karena pernikahan), dan adalah Rabbmu Maha Kuasa” (QS al-Furqaan:54).

Maka poligami (adalah sebab) terjalinnya hubungan dan kedekatan (antara) banyak keluarga, dan ini salah satu sebab poligami yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[15].

Ketiga: Poligami merupakan sebab terjaganya (kehormatan) sejumlah besar wanita, dan terpenuhinya kebutuhan (hidup) mereka, yang berupa nafkah (biaya hidup), tempat tinggal, memiliki keturunan dan anak yang banyak, dan ini merupakan tuntutan syariat.

Keempat: Di antara kaum laki-laki ada yang memiliki nafsu syahwat yang tinggi (dari bawaannya), sehingga tidak cukup baginya hanya memiliki seorang istri, sedangkan dia orang yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya. Akan tetapi dia takut terjerumus dalam perzinahan, dan dia ingin menyalurkan kebutuhan (biologis)nya dalam hal yang dihalalkan (agama Islam), maka termasuk agungnya rahmat Allah Ta’ala terhadap manusia adalah dengan dibolehkan-Nya poligami yang sesuai dengan syariat-Nya[16].

Kelima: Terkadang setelah menikah ternyata istri mandul, sehingga suami berkeinginan untuk menceraikannya, maka dengan disyariatkannya poligami tentu lebih baik daripada suami menceraikan istrinya.

Keenam: Terkadang juga seorang suami sering bepergian, sehingga dia butuh untuk menjaga kehormatan dirinya ketika dia sedang bepergian.

Ketujuh: Banyaknya peperangan dan disyariatkannya berjihad di jalan Allah, yang ini menjadikan banyak laki-laki yang terbunuh sedangkan jumlah perempuan semakin banyak, padahal mereka membutuhkan suami untuk melindungi mereka. Maka dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi terbaik.

Kedelapan: Terkadang seorang lelaki tertarik/kagum terhadap seorang wanita atau sebaliknya, karena kebaikan agama atau akhlaknya, maka pernikahan merupakan cara terbaik untuk menyatukan mereka berdua.

Kesembilan: Kadang terjadi masalah besar antara suami-istri, yang menyebabkan terjadinya perceraian, kemudian sang suami menikah lagi dan setelah itu dia ingin kembali kepada istrinya yang pertama, maka dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi terbaik.

Kesepuluh: Umat Islam sangat membutuhkan lahirnya banyak generasi muda, untuk mengokohkan barisan dan persiapan berjihad melawan orang-orang kafir, ini hanya akan terwujud dengan poligami dan tidak membatasi jumlah keturunan.

Kesebelas: Termasuk hikmah agung poligami, seorang istri memiliki kesempatan lebih besar untuk menuntut ilmu, membaca al-Qur’an dan mengurus rumahnya dengan baik, ketika suaminya sedang di rumah istrinya yang lain. Kesempatan seperti ini umumnya tidak didapatkan oleh istri yang suaminya tidak berpoligami.

Keduabelas: Dan termasuk hikmah agung poligami, semakin kuatnya ikatan cinta dan kasih sayang antara suami dengan istri-istrinya. Karena setiap kali tiba waktu giliran salah satu dari istri-istrinya, maka sang suami dalam keadaan sangat rindu pada istrinya tersebut, demikian pula sang istri sangat merindukan suaminya.

Masih banyak hikmah dan faedah agung lainnya, yang tentu saja orang yang beriman kepada Allah dan kebenaran agama-Nya tidak ragu sedikitpun terhadap kesempurnaan hikmah-Nya dalam setiap ketentuan yang disyariatkan-Nya. Cukuplah sebagai hikmah yang paling agung dari semua itu adalah menunaikan perintah Allah Ta’ala dan mentaati-Nya dalam semua ketentuan hukum yang disyariatkan-Nya[17].

Arti Sikap “Adil” dalam Poligami

Allah Ta’ala memerintahkan kepada semua manusia untuk selalu bersikap adil dalam semua keadaan, baik yang berhubungan dengan hak-Nya maupun hak-hak sesama manusia, yaitu dengan mengikuti ketentuan syariat Allah Ta’ala dalam semua itu, karena Allah Ta’ala mensyariatkan agamanya di atas keadilan yang sempurna[18]. Allah Ta’ala berfirman,

{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS an-Nahl:90).

Termasuk dalam hal ini, sikap “adil” dalam poligami, yaitu adil (tidak berat sebelah) dalam mencukupi kebutuhan para istri dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan bermalam bersama mereka[19]. Dan ini tidak berarti harus adil dalam segala sesuatu, sampai dalam hal yang sekecil-kecilnya[20], yang ini jelas di luar kemampuan manusia[21].

Sebab timbulnya kesalahpahaman dalam masalah ini, di antaranya karena hawa nafsu dan ketidakpahaman terhadap agama, termasuk kerancuan dalam memahami firman Allah Ta’ala[22],

{وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ}

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (QS an-Nisaa’:129).

Marilah kita lihat bagaimana para ulama Ahlus sunnah memahami firman Allah yang mulia ini.

Imam asy-Syafi’i berkata, “Sebagian dari para ulama ahli tafsir (menjelaskan makna firman Allah Ta’ala): “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu)…”, (artinya: berlaku adil) dalam perasaan yang ada dalam hati (rasa cinta dan kecenderungan hati), karena Allah Ta’ala mengampuni bagi hamba-hamaba-Nya terhadap apa yang terdapat dalam hati mereka. “…karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)…” artinya: janganlah kamu memperturutkan keinginan hawa nafsumu dengan melakukan perbuatan (yang menyimpang dari syariat). Dan penafsiran ini sangat sesuai/tepat. Wallahu a’lam”[23].

Imam al-Bukhari membawakan firman Allah Ta’ala ini dalam bab: al-‘adlu bainan nisaa’ (bersikap adil di antara para istri)[24], dan Imam Ibnu Hajar menjelaskan makna ucapan imam al-Bukhari tersebut, beliau berkata, “Imam al-Bukhari mengisyaratkan dengan membawakan ayat tersebut bahwa (adil) yang dinafikan dalam ayat ini (adil yang tidak mampu dilakukan manusia) adalah adil di antara istri-istrinya dalam semua segi, dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang shahih) menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan adil (dalam poligami) adalah menyamakan semua istri (dalam kebutuhan mereka) dengan (pemberian) yang layak bagi masing-masing dari mereka. Jika seorang suami telah menunaikan bagi masing-masing dari para istrinya (kebutuhan mereka yang berupa) pakaian, nafkah (biaya hidup) dan bermalam dengannya (secara layak), maka dia tidak berdosa dengan apa yang melebihi semua itu, berupa kecenderungan dalam hati, atau memberi hadiah (kepada salah satu dari mereka)…Imam at-Tirmidzi berkata, “Artinya: kecintaan dan kecenderungan (dalam hati)”, demikianlah penafsiran para ulama (ahli tafsir)…Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari jalan ‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata ketika menafsirkan ayat di atas, “Yaitu: kecintaan (dalam hati) dan jima’ (hubungan intim)…[25].

Imam al-Qurthubi berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memberitakan ketidakmampuan (manusia) untuk bersikap adil di antara istri-istrinya, yaitu (menyamakan) dalam kecenderungan hati dalam cinta, berhubungan intim dan ketertarikan dalam hati. (Dalam ayat ini) Allah menerangkan keadaan manusia bahwa mereka secara (asal) penciptaan tidak mampu menguasai kecenderungan hati mereka kepada sebagian dari istri-istrinya melebihi yang lainnya. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (dalam doa beliau), “Ya Allah, inilah pembagianku (terhadap istri-istriku) yang aku mampu (lakukan), maka janganlah Engkau mencelaku dalam perkara yang Engkau miliki dan tidak aku miliki”[26]. Kemudian Allah melarang “karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)”, Imam Mujahid berkata, “(Artinya): janganlah kamu sengaja berbuat buruk (aniaya terhadap istri-istrimu), akan tetapi tetaplah berlaku adil dalam pembagian (giliran) dan memberi nafkah (biaya hidup), karena ini termsuk perkara yang mampu (dilakukan manusia)”[27].

Imam Ibnu Katsir berkata, “Arti (ayat di atas): Wahai manusia, kamu sekali-kali tidak akan dapat bersikap adil (menyamakan) di antara para istrimu dalam semua segi, karena meskipun kamu membagi giliran mereka secara lahir semalam-semalam, (akan tetapi) mesti ada perbedaan dalam kecintaan (dalam hati), keinginan syahwat dan hubungan intim, sebagaimana keterangan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Ubaidah as-Salmaani, Hasan al-Bashri, dan Dhahhak bin Muzahim”[28].

Kecemburuan dan Cara Mengatasinya

Cemburu adalah fitrah dan tabiat yang mesti ada dalam diri manusia, yang pada asalnya tidak tercela, selama tidak melampaui batas. Maka dalam hal ini, wajib bagi seorang muslim, terutama bagi seorang wanita muslimah yang dipoligami, untuk mengendalikan kecemburuannya. Karena kecemburuan yang melampaui batas bisa menjerumuskan seseorang ke dalam pelanggaran syariat Allah, seperti berburuk sangka, dusta, mencela[29], atau bahkan kekafiran, yaitu jika kecemburuan tersebut menyebabkannya membenci ketentuan hukum yang Allah syariatkan. Allah Ta’ala berfirman,

{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ}

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka” (QS Muhammad:9).

Demikian pula perlu diingatkan bagi kaum laki-laki untuk lebih bijaksana dalam menghadapi kecemburuan para wanita, karena hal ini juga terjadi pada diri wanita-wanita terbaik dalam Islam, yaitu para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi semua itu dengan sabar dan bijaksana, serta menyelesaikannya dengan cara yang baik[30].

Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, “Asal sifat cemburu adalah merupakan watak bawaan bagi wanita, akan tetapi jika kecemburuan tersebut melampuai batas dalam hal ini sehingga melebihi (batas yang wajar), maka itulah yang tercela. Yang menjadi pedoman dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Atik al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesunguhnya di antara sifat cemburu ada yang dicintai oleh Allah dan ada yang dibenci-Nya. Adapun kecemburuan yang dicintai-Nya adalah al-ghirah (kecemburuan) terhadap keburukan. Sedangkan kecemburuan yang dibenci-Nya adalah kecemburuan terhadap (perkara) yang bukan keburukan”[31].[32]

Sebab-sebab yang mendorong timbulnya kecemburuan yang tercela (karena melampaui batas) adalah:

– Lemahnya iman dan lalai dari mengingat Allah Ta’ala.

– Godaan setan

– Hati yang berpenyakit

– Ketidakadilan suami dalam memperlakukan dan menunaikan hak sebagian dari istri-istrinya.

– Rasa minder dan kurang pada diri seorang istri.

– Suami yang menyebutkan kelebihan dan kebaikan seorang istrinya di hadapan istrinya yang lain[33].

Adapun cara mengatasi kecemburuan ini adalah:

– Bertakwa kepada Allah Ta’ala.

– Mengingat dan memperhitungkan pahala yang besar bagi wanita yang bersabar dalam mengendalikan dan mengarahkan kecemburuannya sesuai dengan batasan-batasan yang dibolehkan dalam syariat.

– Menjauhi pergaulan yang buruk.

– Bersangka baik.

– Bersikap qana’ah (menerima segala ketentuan Allah I dengan lapang dada).

– Selalu mengingat kematian dan hari akhirat

– Berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkan kecemburuan tersebut[34].

Nasehat Bagi Yang Berpoligami dan Dipoligami[35]

1. Nasehat untuk suami yang berpoligami

– Bersikap adillah terhadap istri-istrimu dan hendaklah selalu bersikap adil dalam semua masalah, sampai pun dalam masalah yang tidak wajib hukumnya. Janganlah kamu bersikap berat sebelah terhadap salah satu dari istri-istrimu.

– Berlaku adillah terhadap semua anakmu dari semua istrimu. Usahakanlah untuk selalu mendekatkan hati mereka, misalnya dengan menganjurkan istri untuk menyusui anak dari istri yang lain. Pahamkanlah kepada mereka bahwa mereka semua adalah saudara. Jangan biarkan ada peluang bagi setan untuk merusak hubungan mereka.

– Sering-seringlah memuji dan menyebutkan kelebihan semua istri, dan tanamkanlah kepada mereka keyakinan bahwa tidak ada kecintaan dan kasih sayang yang (abadi) kecuali dengan mentaati Allah Ta’ala dan mencari keridhaan suami.

– Janganlah menceritakan ucapan salah seorang dari mereka kepada yang lain. Janganlah menceritakan sesuatu yang bersifat rahasia, karena rahasia itu akan cepat tersebar dan disampaikannya kepada istri yang lain, atau dia akan membanggakan diri bahwa dia mengetahui rahasia suami yang tidak diketahui istri-istri yang lain.

– Janganlah kamu memuji salah seorang dari mereka, baik dalam hal kecantikan, kepandaian memasak, atau akhlak, di hadapan istri yang lain. Karena ini semua akan merusak suasana dan menambah permusuhan serta kebencian di antara mereka, kecuali jika ada pertimbangan maslahat/kebaikan yang diharapkan.

– Janganlah kamu mendengarkan ucapan salah seorang dari mereka tentang istri yang lain, dan tegurlah/laranglah perbuatan tersebut, supaya mereka tidak terbiasa saling menejelek-jelekkan satu sama yang lain.

2. Nasehat untuk istri pertama

– Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, dan ketahuilah bahwa sikap menentang dan tidak menerima akan membahayakan bagi agama dan kehidupanmu.

– Benahilah semua kekuranganmu yang diingatkan oleh suamimu. Karena boleh jadi itu merupakan sebab dia berpoligami. Kalau kekurangan-kekurangan tersebut berhasil kamu benahi maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala atas petunjuk-Nya.

– Berikanlah perhatian besar kepada suamimu dan sering-seringlah memujinya, baik di hadapan atau di belakangnya, terutama di hadapan keluargamu atau teman-temanmu, karena ini termasuk hal yang bisa memperbaiki hati dan lisanmu, serta menyebabkan keridhaan suami padamu. Dengan itu kamu akan menjadi teladan yang baik bagi para wanita yang menentang dan mengingkari syariat poligami, atau mereka yang merasa disakiti ketika suaminya berpoligami.

– Janganlah kamu mendengarkan ucapan orang jahil yang punya niat buruk dan ingin menyulut permusuhan antara kamu dengan suamimu, atau dengan madumu. Janganlah kamu mudah menyimpulkan sesuatu yang kamu dengar sebelum kamu meneliti kebenaran berita tersebut.

– Janganlah kamu menanamkan kebencian dan permusuhan di hati anak-anakmu kepada istri-istri suamimu dan anak-anak mereka, karena mereka adalah saudara dan sandaran anak-anakmu. Ingatlah bahwa tipu daya yang buruk hanya akan menimpa pelakunya.

– Jangalah kamu merubah sikap dan perlakuanmu terhadap suamimu. Janganlah biarkan dirimu menjadi bahan permainan setan, serta mintalah pertolongan dan berdolah kepada Allah Ta’ala agar Dia menguatkan keimanan dan kecintaan dalam hatimu.

3. Nasehat untuk istri yang baru dinikahi

– Ketahuilah bahwa kerelaanmu dinikahi oleh seorang yang telah beristri adalah kebaikan yang besar dan menunjukkan kuatnya iman dan takwa dalam hatimu, insya Allah. Pahamilah ini semua dan harapkanlah ganjaran pahala dari Allah atas semua itu.

– Gunakanlah waktu luangmu ketika suamimu berada di rumah istrinya yang lain dengan membaca al-Qur’an, mendengarkan ceramah-ceramah agama yang bermanfaat, dan membaca buku-buku yang berfaedah, atau gunakanlah untuk membersihkan rumah dan merawat diri.

– Jadilah engkau sebagai da’i (penyeru) manusia ke jalan Allah Ta’ala dalam hukum-Nya yang mulia ini. Fahamkanlah mereka tentang hikmah-Nya yang agung dalam syariat poligami ini. Janganlah engkau menjadi penghalang bagi para wanita untuk menerima syariat poligami ini.

– Janganlah bersikap enggan untuk membantu/mengasuh istri-istri suami dan anak-anak mereka jika mereka membutuhkan pertolonganmu. Karena perbuatan baikmu kepada mereka bernilai pahala yang agung di sisi Allah dan menjadikan suami ridha kepadamu, serta akan menumbuhkan kasih sayang di antara kamu dan mereka.

– Janganlah kamu membeberkan kekurangan dan keburukan istri suami yang lain. Jangan pernah menceritakan kepada orang lain bahwa suami berpoligami karena tidak menyukai istrinya yang pertama, karena ini semua termasuk perangkap setan.

– Jangan kamu berusaha menyulut permusuhan antara suami dengan istrinya yang lain, agar dia semakin sayang padamu. Karena ini adalah perbuatan namiimah (mengadu domba) yang merupakan dosa besar. Berusahalah untuk selalu mengalah kepadanya, karena ini akan mendatangkan kebaikan yang besar bagi dirimu.

Penutup

Demikianlah keterangan tentang poligami yang menunjukkan sempurnanya keadilan dan hikmah dari hukum-hukum Allah Ta’ala. Semoga ini semua menjadikan kita semakin yakin akan keindahan dan kebaikan agama Islam, karena ditetapkan oleh Allah Ta’ala yang Maha Sempurna semua sifat-sifatnya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 26 Dzulqa’dah 1430 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA





[1] Tafsir Ibnu Katsir (2/19).

[2] HSR Muslim (no. 34).

[3] Kitab “Fadhlu ta’addudiz zaujaat” (hal. 24).

[4] kitab “Ighaatsatul lahfan” (1/116).

[5] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Ighaatsatul lahfan” (1/116).

[6] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 18).

[7] Maksudnya adil yang sesuai dengan syariat, sebagaimana yang akan kami terangkan, insya Allah.

[8] Lihat keterangan imam Ibnu Jarir dalam tafsir beliau (4/238).

[9] Sebagaimana yang diterangkan dalam bebrapa hadits yang shahih, diantaranya HR at-Tirmidzi (3/435) dan Ibnu Majah (1/628), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani.

[10] Dinukil dalam majalah “al-Balaagh” (edisi no. 1028, tgl 1 Rajab 1410 H/28 Januari 1990 M).

[11] Atsar yang shahih riwayat imam al-Bukhari (no. 4787).

[12] Liqaa-il baabil maftuuh (12/83).

[13] Fataawal mar’atil muslimah (2/690).

[14] Hikmah adalah menempatkan segala sesuatu tepat pada tempatnya, yang ini bersumber dari kesempurnaan ilmu Allah Ta’ala, lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 131).

[15] Lihak keterangan imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaani dalam “Fathul Baari” (9/143).

[16] Majmuu’ul fataawa syaikh al-‘Utsaimiin (4/12 – kitabuz zawaaj).

[17] Lihat kitab  “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 31-32).

[18] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (4/596) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 447).

[19] Lihat kitab  “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 69).

[20] Sebagaimana persangkaan keliru orang-orang yang tidak memahami pengertian adil yang sebenarnya.

[21] Sebagaimana penjelasan para ulama yang akan kami nukil setelah ini, insya Allah.

[22] Bahkan kesalahpahaman dalam memahami ayat ini menyebabkan sebagian orang beranggapan bahwa poligami tidak boleh dilakukan, karena orang yang berpoligami tidak mungkin bisa bersikap adil !!? Kita berlindung kepada Allah dari penyimpangan dalam memahami agama-Nya.

[23] Kitab “al-Umm” (5/158).

[24] Dalam kitab “shahihul Bukhari” (5/1999).

[25] Kitab “Fathul Baari” (9/313).

[26] Hadits ini adalah hadits yang lemah, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2134), at-Tirmidzi (no. 1140), an-Nasa’i (no. 3943) dan Ibnu Majah (no. 1971), dinyatakan lemah oleh Abu Zur’ah, Abu Hatim, an-Nasa’i dan syaikh al-Albani dalam “Irwa-ul ghalil” (7/82).

[27] Kitab “Tafsiirul Qurthubi” (5/387).

[28] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/747).

[29] Lihat kitab  “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 136).

[30] Ibid.

[31] HR an-Nasa’i (no. 2558) dan Ibnu Hibban (no. 295), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani.

[32] Kitab “Fathul Baari” (9/326).

[33] Lihat kitab  “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 140).

[34] Ibid (hal. 141).

[35] Lihat kitab  “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 143-145).

http://rumaysho.com/belajar-islam/tafsir-al-quran/2891-faedah-surat-al-mulk-keutamaan-takut-pada-allah-di-kala-sepi.html




Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya  

Monday, August 22, 2016

Siapakah yang berjaya





Surah Al Mukminun Ayat 1-11:


1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (QS. 23:1)
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, (QS. 23:2)
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, (QS. 23:3)
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, (QS. 23:4)
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. 23:5)
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki 995; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. 23:6)
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu 996 maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. 23:7)
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, (QS. 23:8)
9. dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (QS. 23:9)
10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (QS. 23:10)
11. (ya’ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. 23:11)





Surah Al Mukminun Ayat 1-11 menerangkan tentang ciri ciri atau perkara perkara yang perlu dibuat oleh orang beriman yang mana natijahnya nanti adalah dianugerahkan Syurga Firdaus. kesemua syarat yang disebut itu perlulah dipenuhi,bukannya optional.


Pertamanya orang yg fokus,menjiwai solatnya. maka solat itu adalah perkara pokok untuk menetukan kejayaan kita diakhirat. Jagalah solat. Solatlah diawal waktu dan jangan sengaja melengah lengahkan solat tanpa sebab musabab. Anggaplah solat ini sama seperti kita melayani janjitemu kita dengan GM /CEO /MD kita, atau seolah olah kita melayani janjitemu kita dengan kapal terbang yang bakal berlepas. Sekian kian waktu kita mesti sampai ke epot, sekian kian waktu kita sudah selamat check-in, itulah sepatutnya disiplin kita pada solat.


yang kedua nya perihal menjaga diri dan lidah. Diri mungkin mudah sedikit untuk kita mengawalnya. Namun Lidah adalah perkara yang agak susah dikawal, kadang kadang kadang terlupa, kadang kadang tergelincir dari landasan dan lagi bahaya jika melampaui sempadan iman. Imam Ghazali r.a. ada menggariskan dalam buku tulisan beliau "Bimbingan Mukmim" perihal Bencana lidah. kita kadang kadang mengatakan perkara yang sia sia. mengata ttg keburukan org itu dan orang ini, bercakap keras dan kasar bukan pada tempatnya, memaki hamun ketika marah, menghina ketika membenci dan sebagainya. Sebab tu dlm ayat ke-3 ini Allah menyatakan orang yang berjaya yakni yang bakal kekal dalam syurga firdaus adalah org yg berjaya menjaga lidahnya.


Kemudian orang yg berjaya adalah yg mengeluarkan zakat. Berapa ramai dari kita yang ambil mudah bab zakat. berapa ramai yang mengira berapa hartanya, pendapatanannya dan adakah layak untuk dizakatkan dan sebagainya. Maka sesiapa yang mengambil berat perihal hartanya yakni mengira ngira zakatnya dan membayarnya maka dialah orang yang berjaya.


ke-empatnya adalah orang yg menjaga kehormatan dirinya, tidak melibatkan diri dengan zina dan perkara perkara yang mendekatkan dirinya ke arah itu. orang yg sentiasa menjaga maruah dan kehormatan diri nya adalah org yg bakal mengisi tempat syurga firdaus. Melainkan pergaulan  bersama isteri - isteri (suami) kita, itulah jalan yang diredhai Allah. Bila Allah redha maka syurga In Sha Allah untuk kita.


kemudian nya perihal kita menjaga amanah. Amanah ini amatlah luas, samada amanah yang orang berikan kepada kita mahupun amanah kita dengan Allah. Kita juga wajib menepati dan menunaikan janji kita jika kita mahu tergolong dlm golongan org yg berjaya. Lagi malang jika kita ini gagal memikul amanah tetapi terus terusan meminta jawatan itu dan ini.


Dan Sekali lagi Allah menekankan perihal menjaga solat, inilah kunci kejayaan seseorang manusia. Tiada guna hidup seseorang, sekaya manapun dia, jika solat dia tidak jaga maka dia telah hilang segala galanya..sebaliknya orang yg menjaga solat nya, waktu solatnya dan kualiti solatnya, nescaya dia akan terlindung dari perbuatan mungkar. Justeru mereka yg menjaga kesemua yg disebut dia ats sudah dijanjikan Syurga Firdaus, sebaik baik tempat kembali..


Kaedahnya sudah jelas..soalan sudah bocor, skima jawapan pun tersedia, cuma kita masih lagi leka dan lupa.


Ya Allah, jauhilah kami dari sifat sifat tercela, sifat bakhil , tamak haloba ,dengki khianat, mengadu domba dan segala perbuatan yang sia sia.


Allahumma Aminn.





















Siapakah yang berjaya





Surah Al Mukminun Ayat 1-11:


1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (QS. 23:1)
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, (QS. 23:2)
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, (QS. 23:3)
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, (QS. 23:4)
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. 23:5)
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki 995; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. 23:6)
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu 996 maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. 23:7)
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, (QS. 23:8)
9. dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (QS. 23:9)
10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (QS. 23:10)
11. (ya’ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. 23:11)





Surah Al Mukminun Ayat 1-11 menerangkan tentang ciri ciri atau perkara perkara yang perlu dibuat oleh orang beriman yang mana natijahnya nanti adalah dianugerahkan Syurga Firdaus. kesemua syarat yang disebut itu perlulah dipenuhi,bukannya optional.


Pertamanya orang yg fokus,menjiwai solatnya. maka solat itu adalah perkara pokok untuk menetukan kejayaan kita diakhirat. Jagalah solat. Solatlah diawal waktu dan jangan sengaja melengah lengahkan solat tanpa sebab musabab. Anggaplah solat ini sama seperti kita melayani janjitemu kita dengan GM /CEO /MD kita, atau seolah olah kita melayani janjitemu kita dengan kapal terbang yang bakal berlepas. Sekian kian waktu kita mesti sampai ke epot, sekian kian waktu kita sudah selamat check-in, itulah sepatutnya disiplin kita pada solat.


yang kedua nya perihal menjaga diri dan lidah. Diri mungkin mudah sedikit untuk kita mengawalnya. Namun Lidah adalah perkara yang agak susah dikawal, kadang kadang kadang terlupa, kadang kadang tergelincir dari landasan dan lagi bahaya jika melampaui sempadan iman. Imam Ghazali r.a. ada menggariskan dalam buku tulisan beliau "Bimbingan Mukmim" perihal Bencana lidah. kita kadang kadang mengatakan perkara yang sia sia. mengata ttg keburukan org itu dan orang ini, bercakap keras dan kasar bukan pada tempatnya, memaki hamun ketika marah, menghina ketika membenci dan sebagainya. Sebab tu dlm ayat ke-3 ini Allah menyatakan orang yang berjaya yakni yang bakal kekal dalam syurga firdaus adalah org yg berjaya menjaga lidahnya.


Kemudian orang yg berjaya adalah yg mengeluarkan zakat. Berapa ramai dari kita yang ambil mudah bab zakat. berapa ramai yang mengira berapa hartanya, pendapatanannya dan adakah layak untuk dizakatkan dan sebagainya. Maka sesiapa yang mengambil berat perihal hartanya yakni mengira ngira zakatnya dan membayarnya maka dialah orang yang berjaya.


ke-empatnya adalah orang yg menjaga kehormatan dirinya, tidak melibatkan diri dengan zina dan perkara perkara yang mendekatkan dirinya ke arah itu. orang yg sentiasa menjaga maruah dan kehormatan diri nya adalah org yg bakal mengisi tempat syurga firdaus. Melainkan pergaulan  bersama isteri - isteri (suami) kita, itulah jalan yang diredhai Allah. Bila Allah redha maka syurga In Sha Allah untuk kita.


kemudian nya perihal kita menjaga amanah. Amanah ini amatlah luas, samada amanah yang orang berikan kepada kita mahupun amanah kita dengan Allah. Kita juga wajib menepati dan menunaikan janji kita jika kita mahu tergolong dlm golongan org yg berjaya. Lagi malang jika kita ini gagal memikul amanah tetapi terus terusan meminta jawatan itu dan ini.


Dan Sekali lagi Allah menekankan perihal menjaga solat, inilah kunci kejayaan seseorang manusia. Tiada guna hidup seseorang, sekaya manapun dia, jika solat dia tidak jaga maka dia telah hilang segala galanya..sebaliknya orang yg menjaga solat nya, waktu solatnya dan kualiti solatnya, nescaya dia akan terlindung dari perbuatan mungkar. Justeru mereka yg menjaga kesemua yg disebut dia ats sudah dijanjikan Syurga Firdaus, sebaik baik tempat kembali..


Kaedahnya sudah jelas..soalan sudah bocor, skima jawapan pun tersedia, cuma kita masih lagi leka dan lupa.


Ya Allah, jauhilah kami dari sifat sifat tercela, sifat bakhil , tamak haloba ,dengki khianat, mengadu domba dan segala perbuatan yang sia sia.


Allahumma Aminn.





















Hujung Hidup ini adalah Kematian





Tidak kira siapa kita,
tua atau muda,
miskin atau kaya,
hodoh atau jelita,
melayu atau cina,
sampai masa...matilah kita.


awal tahun ini aku kehilangan bapa saudara ku,
Semalam pula aku kehilangan ibu saudara Ku,
moga moga Roh mereka di rahmati Allah.


Setiap kali kematian melintas depan mata,
hati kecil tertanya tanya..bersediakah kita.


Untuk kehilangan orang orang yg kita cinta..
Dan lebih2 lagi,
bersedia kah kita, untuk hidup di alam kematian, alam barzakh ?
berapa lamakah alam barzakh itu ?
..tiada siapa yang tahu, yang pasti alamnya lama. Sangat lama.
Di dunia, hidup 100 tahun itu lama.
alam barzakh munkin kita hidup 100 tahun, munkin 1000 tahun,
mukin lebih lama lagi..menanti tiupan sangkakala..
untuk kita bangkit menghadapi hari mashar yang sekali lagi tersangat lama...sangat sangat lama.


Ya Allah, jauhilah aku , keluarga ku , saudara maraku, sahabat handai ku dari azab seksa kubur mu.
Jadikanlah kubur2 kami sebagai suatu taman dari taman syurga..
Allahumma Aminn.





Wednesday, July 27, 2016

Istikharah Cinta

- Sebenarnya hidup ini susah jika kita menjadikan nya payah, dan mudah jika kita mahukan ianya menjadi mudah -


"Statement" di atas mungkin menjadi polisi hidup anda. Saya juga percaya statement itu ada benarnya, ternyata ada orang memang suka "meng-complicated-kan " hidup mereka dan ada orang yang suka mengambil mudah atas setiap benda yang berlaku dalam hidup mereka. Contoh yang saya boleh bawakan perihal urusan perkahwinan. Ada orang menjadikan urusan perkahwinan ini amat susah, majlis nya mesti besar2, jemputannya mesti ramai dan ada senarai2 VIP dan sebagainya kemudian perlu pula macthing kan tarikh majlis nya dgn jadual VIP2 tersebut, khemahnya mesti sekian sekian, pakaiannya, dewannya yang akhirnya menjadikan urusan itu menjadi sukar. Ada pula orang yang memudahkan urusan tersebut, walaupun jemputannya ramai, namun dipermudahkan menu nya agar tidak membebankan, gulai kawah,ikan masin acar timun. khemahnya mungkin kain canvas yang digunakan dipasar pasar minggu. begitulah senario kehidupan yang berbeda., Tiada kesalahan atas kedua duanya selagi mana berjalan diatas landasan syariat yang betul, majlis besar2, jika mampu, silakan lah. majlis kecil kecillan, jika itu yang terbaik, in sha Allah barakah.


Yang sebetulnya hidup kita ini, susah atau senang tidak lain hanyalah ujian dari Allah swt semata mata. Tinggal lagi bagaimana kita menerimanya. Adakalanya perkara yang nampak susah pada zahirnya namun diterima mudah dihati dan sebaliknya pada perkara yang zahirnya tampak mudah namun menjadi  amat sukar dihati penerima. Semuanya berbalik kepada penerimaan kita, soal hati.


Bila menyentuh soal hati, maka tidak dapat tidak kita perlu balik kepada pemilik hati , bukan kita tetapi Allah azzawajalla. Dialah yang mampu menjaga hati kita, mengawal perasaan kita, menuntun hidup kita, semuanya di bawah kekuasaan Allah, tuhan yang membolak balikkan hati. Maka kita, hamba Allah yang diamanahkan untuk memelihara hati kita ini dari ancaman nafsu dan godaan syaitan perlulah sentiasa beringat dan berjaga jaga agar tidak dipandu oleh nafsu. Beringat dan berjaga jaga disini membawa maksud kita perlu sentiasa berdoa dan memohon pertolongan dari Allah agar hati kita sentiasa dipandu oleh Iman. Biarlah tindak tanduk kita berpaksikan iman dan syariat yang benar dalam segala hal kehidupan kita. Beristighfar lah.






Seringkali dalam hidup, kita telah dan akan berdepan dengan situasi yang sukar dalam membuat keputusan. Terutamanya keputusan keputusan besar yang bakal memberi kesan secara langsung dalam kehidupan kita di dunia ini dan natijahnya nanti di yaumi alkhirat. Walaupun kita sering membacakan zikir pagi dan petang kita yang berbunyi ;" Janganlah KAU serahkan kepadaku walau sesaat tentang perihal urusan hidupKu",  namun seringkali jugalah kita lupa untuk mengembalikan urusan hidup kita kepada Allah, bila berdepan dengan pilihan atau dalam membuat keputusan kita selalunya hanya menilai atas pandangan akal dan mata kita,mengikut rasa, menilik pada kehendak dan kemahuan kita, membandingkan kebaikkan dan keburukkan atas apa yang kita nampak. Padahal nabi Muhamad utusan Allah telah memberi panduan kepada kita.
 عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: ( كان رسول الله ( يعلمنا الاستخارة في الأمور كلها كما يعلمنا السورة من القرآن، يقول: (إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الْأَمْرَ ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ خَيْرًا لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ قَالَ أَوْ فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ)

Artinya: Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata: Rasulullah saw mengajarkan kepada kami istiharah pada semua perkara sebagaimana beliau mengajarkan al-Quran. Beliau bersabda:”Apabila salah satu dari kalian dihadapkan pada permasalahan maka hendaknya ia shalat dua rakaat selain shalat fardlu, kemudian hendaknya ia berdoa (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku meminta pilihanMu dengan ilmuMu, dan meminta keputusan dengan ketentuanMu, Aku meminta kemurahanMu, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan aku tidak ada daya untuk menentukan, Engkaulah yang mengetahui dan aku tidaklah tahu apa-apa, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara gaib. Ya Allah sekiranya Engkau mengetahui bahwa perkara ini (lalu menyebutkan masalahnya) adalah baik bagiku saat ini dan di waktu yang akan datang, atau baik bagi agamaku dan kehidupanku serta masa depanku maka tentukanlah itu untukku dan mudahkanlah ia bagiku lalu berkatilah. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa perkara itu buruk bagiku untuk agamaku dan kehidupanku dan masa depan perkaraku, atau bagi urusanku saat ini dan di masa mendatang, maka jauhkanlah ia dariku dan tentukanlah bagiku perkara yang lebih baik darinya, apapun yang terjadi, lalu ridlailah ia untukku”. (h.r. Ahmad, Bukhari dan Ashabussunan).


Oleh itu marilah kita melazimkan amalan melakukan solat dan Doa istikharah ini agar setiap tindakan yang bakal kita lakukan nanti dipandu oleh Petunjuk dari Allah swt. Dalam apa jua perkara. terutamanya perkara yang kita bakal berdepan dengan nya setiap hari. Contohnya seperti memilih rumah kediaman dan lokasi rumah kerana ini bakal memberi impak kepada kehidupan kita secara langsung. Allah sahaja yang tahu apa yang bakal menanti kita di kediaman yang bakal kita pilih, jiran2 kita nanti bagaimana iman nya (akhlak dan perangainya), masyarakat sekitarnya, semuanya diluar kemampuan kita untuk menilai melainkan apa yang terzahir sahaja. Maka Allah adalah tempat kita meminta petunjuk, begitu juga dengan pekerjaan, kenderaan, bermusafir, memilih jemaah/ parti dalam berpolitik , memilih pasangan hidup, sekolah anak2, malah semuanya !  Sebolehnya biarlah jika kita melakukan sesuatu perkara, ianya atas jalan yang dipandu syariat. Jika kita menyokong sesuatu perkara biarlah kita menyokong atas dasar iman bukannya dipandu nafsu. Jika kita membantah pun biarlah kita membantah atas dasar iman bukan hanya mengikut nafsu amarah semata mata. Ingatlah firman Allah:


وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)








Hakikatnya kita tidak tahu apa yang menunggu kita di hari depan. Contohnya: kita hendak membeli rumah besar beharga RM1juta, kita rasa kita mampu (ketika membuat keputusan tersebut) tapi mungkin 5 tahun ke depan sesuatu mungkin terjadi kepada kita atau Negara mengalami muflis slps 10 tahun, ekonomi meleset, hilang pekerjaan atau kita ditimpa sakit, semua itu diluar pengetahuan kita maka sebab itulah kita memerlukan solat istikharah agar Allah menuntun/memandu kita membuat keputusan yang tepat atau menghalangi kita dari membeli rumah tersebut melalui pelbagai asbab.


Contoh yang hangat adalah perihal poligami. Ada orang terutamanya wanita yang bermati matian membantah poligami walaupun isu tersebut tiada kaitan dengan rumah tangganya. Walaupum setiap orang “entitle” untuk memiliki pandangan masing2 namun kita jangan sampai menyanggah apa yang Allah telah restui dan tetapkan berlaku, sekalilagi surah AlBaqarah ayat 216 diatas sepatutnya digunapakai sebagai garis panduan untuk kita dalam menyetujui atau menyanggahi sesuatu perkara. Hakikat nya kita tidak tahu apa yang tersedia untuk kita di masa hadapan. Lebih lebih lagi rahsia Allah di akhirat.
misalnya kita melihat kezaliman suami ke atas isteri itu zahirnya suatu keburukan namun Allah telah menyediakan pahala dan rahmat ke atas isteri yang bersabar dan bilamana Syurga didepan mata, itulah masanya si isteri menyedari bertapa besarnya Hadiah yang Allah telah sediakan disebalik keburukan suaminya. Lelaki yang ingin berpoligami pula lebih lebih lagi perlu menyerahkan perasaannya itu kepada Allah, kerana Allah yang mengetahui adakah ada kebaikkan diatas kehendaknya itu atau hanya mengundang kecelakaan.


Mungkin sahaja si suami yang menginginkan isteri kedua membuat keputusan atas dasar nafsu semata mata atau ingin menunjuk nunjuk kemudian akhirnya dia tersepit dalam pelbagai masalah yang timbul dari keputusannya itu. Atau mungkin sahaja si isteri yang membantah suaminya beristeri lagi itu mendapati kebaikkan yang terhidang untknya dihari depan, mungkin saja suaminya jatuh sakit lalu dapat mereka berkongsi beban, atau mungkin dia pula yang sakit maka tanggungjawabnya dapat dikongsi dengan saudara barunya, atau mungkin saja pelbagai masalah kesempitan/kekusutan hidupnya  sebelum ini yg akhirnya dibantu (oleh ALLAH) sebagai natijah hasil dari perkahwinan kedua suaminya. Segala kemungkinan menanti dan hanya Allah yang tahu. Sebab itulah kita disyorkan oleh baginda nabi s.a.w. agar melakukan solat 2 rakaat dan doa istikharah memohon Allah memilih yang terbaik untuk kita, masa depan kita, keluarga kita, dunia kita dan lebih2 lagi akhirat kita yang akan kekal abadi. “Jangan sesekali Kau serahkan kepadaku menetapkan perihal urusan ku” itu zikir kita menggambarkan betapa kita ini lemah dalam memutuskan sesuatu kerana kertebatasan ilmu pengetahuan. Maknanya, jika kita ingin menetang sesuatu hal, solatlah istikharah, jika pendirian kita benar biarlah Allah permudahkan kehendak kita.Dan jika yang kita tentang itu menyanggahi redha Allah,pohonlah agar Allah menjadikan hati kita redha denganya. Begitulah sebaliknya jika kita ingin menyokong/mendokong , solatlah dua rakaat dan mohonlah petunjuk dari Allah, jika apa yang kita inginkan itu benar maka biarlah Allah yang mempermudahkan jalannya. Jika ia buruk untuk kita, biarlah Allah menjauhkan nya dari lintasan hati kita.


Begitu juga lah kita perlu beristikarah dalam memilih kerjaya atau pekerjaan yang mana kita akan menghadapinya hampir setiap hari dlm hidup kita. Dan darinya kita mendapat rezeki yang natijah rezeki ini bakal menentukan halatuju kita di dunia dan diakhirat nanti.


Akhir kalam, hidup kita ini tiadalain hanyalah perjalanan menuju kealam yang kekal abadi. Apa yang kita putuskan dan buat pada hari ini bakal menentukan nasib kita di sana. Jangan kita lupa matlamat utama kita yakni mendapat redha Allah seterusnya melalui redha itulah kita mendapat rahmat Allah dan dengan Rahmat itulah kita akan masuk ke syurga Allah. TIADA LAIN yang lebih penting. Tindak tanduk kita mungkin buruk dikacamata sesetengah manusia, namun selagi mana ianya baik pada pandangan Allah maka tiada apa yang perlu kita risaukan. Sebaliknya keputusan dan tindakan yang mungkin mendapat banyak sokongan manusia tetapi menyanggahi redha Allah maka ia pastinya mengundang kecelakaan, mungkin tidak didunia tapi pastinya di sana. Sentiasalah beristikarah dalam membuat keputusan dalam hidup kita, biarlah Allah memandu hati kita. Kadang kala yang pahit itulah menjadi ubat yang amat kita perlukan. Dan yang manis itu jika tiada waspada bakal mengundang bahaya.





Biarlah Allah Menuntun Hati ku.